Seperti diketahui, Lion Group memiliki jumlah pesanan pesawat dengan jumlah fantastis dari tiga pabrikan yang berbeda, yakni Airbus, ATR, dan Boeing, yang mencapai lebih dari 700 pesawat. Untuk pesawat Airbus A320 dan Boeing 737 saja, jumlah pesawat yang belum dikirimkan mencapai 528 pesawat. Sepanjang tahun ini Lion Group akan menerima sekitar 50 pesawat, terdiri dari 36 pesawat jet dan 14 pesawat turboprop.
Meskipun sudah memesan pesawat dalam jumlah yang sangat banyak, Chief Executive Officer Lion Group Rusdi Kirana mengaku jumlah itu masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan. Pihaknya saat ini sedang bernegosiasi untuk memesan lebih banyak lagi pesawat, termasuk pesawat berbadan lebar.
Satu-satunya pesawat berbadan lebar yang pernah dipesan oleh Lion Group adalah lima Boeing 787 Dreamliner. Akan tetapi, Rusdi Kirana selanjutnya membatalkan pesanan itu dan mengonversinya dengan pesawat Boeing 737 karena Lion Air belum siap mengoperasikan pesawat canggih Boeing 787 Dreamliner. Rusdi juga menginginkan pesawat yang bisa menggantikan Boeing 747-400 yang sudah tua, yang biasanya digunakan untuk penerbangan umroh.
Dalam wawancaranya dengan Flight Global, Rusdi mengatakan bahwa pihaknya memesan 234 pesawat dari Airbus karena Boeing tidak dapat memenuhi ambisi pertumbuhan perusahaan. Dia juga tidak ingin dikontrol oleh satu pabrikan pesawat. Saat inipun Rusdi sedang mengincar pesawat Bombardier CSeries untuk melayani penerbangan pada rute-rute kurus dengan jarak yang agak jauh di Indonesia. Pemesanan pesawat Bombardier CSeries bisa saja terjadi asalkan Lion Group mendapatkan harga yang bagus.
Rusdi Kirana membantah kabar yang mengatakan bahwa pemesanan pesawat dalam jumlah besar yang dilakukannya hanya untuk mencari sensasi. Menurutnya, Lion Group sedang mempersiapkan diri dalam menghadapi ASEAN Open Sky 2015, yang memungkinkan maskapai penerbangan terbang dengan lebih sedikit batasan di kawasan ini. Selain itu, pesawat juga tidak hanya digunakan untuk operasional Lion Group di Indonesia seperti untuk Lion Air, Wings Air, dan Batik Air saja, tapi juga untuk cabang Lion Group di luar negeri. Saat ini sudah ada cabang Lion Group di Malaysia (Malindo Air) dan Thailand (Thai Lion Air). Selanjutnya akan ada lebih banyak lagi cabang yang akan dibangun oleh Lion Group.
Saat ASEAN Open Sky 2015 berlaku, semua maskapai penerbangan di kawasan ini akan memiliki hak yang disebut fifth-freedom rights, yang memungkinkan tingkat utilitas pesawat akan naik secara signifikan. Sebagai contoh, sebuah pesawat bisa terbang dari markas Lion Air di Jakarta menuju Manila, dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Hong Kong sebelum kembali ke Jakarta.
Rusdi mengatakan bahwa tidak semua pesawat akan digunakan untuk melakukan ekspansi. Sebagian akan digunakan untuk menggantikan pesawat-pesawat yang sudah tua. Ketika pesawat berumur 10-12 tahun, memiliki opsi untuk menjual pesawat ini yang telah dibayar lunas.
Tidak hanya itu, Lion Group juga telah memiliki perusahaan leasing pesawat berbasis di Singapura bernama Transportation Partners yang akan digunakan sebagai backup. “Mereka dibangun pertama untuk membiayai pengiriman kami. Kedua, jika kami memiliki lebih banyak pesawat, apakah itu yang sudah lunas atau jika perekonomian sedang runtuh, Transportation Partners bisa melihat peluang untuk menyewakan pesawat,” kata Rusdi.
“Saya tahu cukup sulit bagi masyarakat untuk memahami kebutuhan kami akan begitu banyak pesawat. Ini tidak mudah dijelaskan. Ketika pertama kali kami memesan pesawat, orang-orang berkata ‘Rusdi hanya ingin menjadi perusahaan leasing’, tapi lihat, hari ini kami sudah memiliki 110 pesawat yang sudah dikirim,” paparnya lebih lanjut.
Rusdi Kirana merupakan sosok yang membawa Lion Air bersama Wings Air menguasai 45 persen pangsa pasar penerbangan domestik pada tahun lalu dengan mengangkut 38 juta penumpang. Tingkat isian kursi rata-rata kedua maskapai penerbangan ini juga sangat bagus, mencapai 90 persen.
“Sekarang kami punya jaringan dan frekuensi. Kami terbang ke beberapa kota 15-20 kali sehari. Kami sekarang terbang setiap jam, kami ingin membuatnya menjadi setiap setengah jam. Dengan frekuensi dan jaringan, Anda masih dapat mengelola kerugian terhadap nilai tukar mata uang, harga bahan bakar yang tinggi, dan kondisi ekonomi yang melemah karena Anda telah menjadi maskapai penerbangan pilihan,” kata Rusdi, sembari menambahkan bahwa maskapai penerbangan Batik Air yang diluncurkan pada tahun lalu dengan mengusung konsep full service sudah bisa mendatangkan keuntungan pada tahun pertama operasi.
Sumber: indo-aviation.com
Kamis, 15 Mei 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar